Wah.. Obat "Serba 1.000" Terancam Jadi Sampah
Biaya kesehatan yang terus meroket membuat pemerintah mengeluarkan obat murah serba Rp1000, obat generik yang diperuntukan bagi kalangan masyarakat kelas bawah. Namun pada praktiknya, kehadiran obat Rp 1.000 tidak diindahkan masyarakat, bahkan tertumpuk percuma di gudang perbekalan.
"Sekarang persediaan Obat 1000 masih sangat banyak di gudang, sementara dua tahun lagi expired (kedaluwarsa), " kata Abdul Chalik Masulili, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Depkes, Senin (2/11/10) di sela seminar Kebijakan Obat indonesia yang Masih Belum Memihak Pasien : Contoh Kasus Generik.
Yang menghawatirkan adalah kesinambungan program obat Rp 1.000 tersebut. "Obat 1000 itu kan dipaket yang terdiri dari obat panas, obat maag, obat diare, dan lain-lain. Yang diharapkan masyarakat yang sakit bisa langsung sembuh. Logikanya, kami pikir akan laku, ternyata tidak, " kata Abdul.
Program obat murah serbaseribu rupiah diluncurkan pada 2007 lalu saat Siti Fadilah Supari menjabat sebagai Menkes. Program itu merupakan pengadaan 20 jenis obat generik tak berlogo hasil kerja sama dengan BUMN produsen obat PT Indofarma.
Abdul menjelaskan, kegagalan program obat murah ini karena terkendala dua hal, yaitu persepsi masyarakat yang menganggap obat generik tidak menguntungkan dan rendahnya biaya untuk sosialisasi kepada masyarakat.
"Pada obat 1000 karena biayanya murah tidak ada biaya untuk iklan. Yang ada hanya iklan di awal saja (2007) sekarang sudah tidak ada," kata Abdul.
Dukungan masyarakat terhadap kehadiran obat generik ini pun dinilai Abdul masih minim. "Misalnya, di supermarket di warung, mereka (penjual) tidak mau jual karena dianggap tidak sexy (menguntungkan). Mereka lebih suka menjual obat yang bermerek seperti Bodrex, Decolgen yang harga jualnya lima ribu sehingga pedagang bisa dapat keuntungan 15 persen dari harga obat. Harga itu jauh dengan harga obat generik yang hanya Rp 1.000," katanya.
Menurut Abdul, Departemen Kesehatan sedang mengupayakan agar mentransfer obat tersebut ke daerah, namun gagal." Tadinya ingin kami distribusikan ke pembangunan kesehatan masyarakat di daerah tapi terkendala distribusinya yang lebih mahal dari harga obatnya," kata Abdul.
Senada dengan Abdul, Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Nasional Setiawan Soeparan menyatakan, "Obat generik (obat 1000) adalah obat yang dikhususkan untuk masyarakat kelas bawah, di mana yang membuat adalah Indofarma, sementara untuk pemasarannya kami serahkan pada mereka. Namun tetap banyak yang tidak mau beli," kata Setiawan.
Menurut Setiawan, apabila obat 1000 tidak bisa digunakan maka akan terbuang percuma. Dengan kata lain, program pemerintah meningkatkan kualitas kesehatan melalui program obat murah tidak berjalan secara efektif.
- (Sumber : Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar